Mengenal Budaya Plagiat

Ada yang ngerti Plagiat?? Atau mungkin tanpa kita sadari bahwa kita adalah salah satu plagiator? Plagiat atau perbuatan menjiplak hasil orang lain, atau bahasa kerennya "nyontek" adalah hal yang selalu dianggap lumrah bagi yang mengerjakannya. Eitssss tapi hati-hati loh ..... sudah banyak mahasiswa, dosen hingga sekelas Rektor yang tersandung masalah plagiat dan menyebabkan kehilangan masa depan (beritanya disini)

Saya akui bahwa saya juga pernah bahkan bisa dibilang sering nyleneh pengen nyama2in isi tulisan dengan temen yang pinter .... but tetep saya lebih seneng improve sana sini yang biasa dibilang "parafrase". 

Dalam tulisan Bella Adillah yang berjudul “MembentukKarakter Anti Korupsi dan Anti Plagiarisme dengan PPKn di Universitas Airlangga”, budaya plagiat ini mungkin bisa berawal dari kebiasaan saling menolong sesama mahasiswa yang sangat tinggi seperti meminjamkan tugas kampus untuk ditiru oleh rekan-rekannya, jasa pembuatan tugas atau hasil karya mahasiswa juga tumbuh subur dimana-mana. Hal ini ikut didorong dengan dosen-dosen yang tidak teliti dalam memeriksa pekerjaan mahasiswa-nya.  Sedangkan menurut Rayhan Ahdafy dalam tulisannya di Kompasiana Edukasi, faktor pemicu plagiarisme sangat kompleks dan motif yang sangat beragam, mulai dari lemahnya karakter pelaku plagiat, lemahnya kontrol dan pengawasan dari pembimbing dan masyarakat, industrialisasi pendidikan, regulasi yang lemah dan kontrol pemerintah yang tidak konsisten dan banyak “celah” lainnya yang menyebabkan plagiat menjadi sangat “mudah dan murah” untuk dilakukan. Selain itu, Eldo Tobing dalam tulisannya “Pancasila: Membentuk KarakterAnti-Plagiarisme” memberikan pemaparan perbedaan sanksi pelaku plagiarisme di Indonesi dan negara lain. Jika di negara maju misalnya Australia, detail tugas mahasiswa sudah diperiksa dengan teliti dan dibantu oleh lembaga-lembaga anti-plagiarisme. Plagiarisme di negara maju tersebut dianggap kriminal dan diberikan sanksi tegas hingga dilakukan penahanan berupa penjara bagi pelakunya. Sedangkan di Indonesia, kasus plagiarisme baru diketahui pada penulisan tugas akhir saja seperti skripsi hingga disetasi namun untuk tugas akademik sehari-hari jarang diperhatikan.



Menurut saya, Internet memiliki peranan besar dalam berkembangnya prilaku plagiarisme atau penjiplakan yang sumbernya berasal dari dokumen-dokumen online. Kemudahan dalam melakukan copy-paste yang didukung oleh kemampuan penulisan akan menyebabkan plagiarisme masuk dalam zona abu-abu, apakah benar dijiplak, atau memang hasil karya sendiri. Diperlukan analisis mendalam dari para ahli untuk melihat seberapa banyak tulisan sudah diduplikasi, baik melalui gaya penulisan, penggunaan tanda baca dan konsistensi dalam penulisan. Hal ini tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit apalagi jika mahasiswa yang mengumpulkan tugas sangat banyak. Melihat permasalahan tersebut, perlu dilakukan upaya ekstra selain dari pemerintah baik melalui sosialisasi maupun penyediaan aplikasi deteki plagiarisme, juga para pengajar dan mahasiswa untuk ikut meningkatkan kesadaran diri dalam rangka membangun negara Anti-Plagiarisme. Untuk itu sebenarnya dirasa perlu aplikasi atau sistem yang dapat membantu tugas dosen dalam mengambil keputusan, apakah tugas mahasiswa terindikasi plagiarisme atau tidak. Sudah banyak perangkat lunak offline dan online yang tersedia untuk mendeteksi plagiarisme, misalnya VIPER, PlagScan, Turnitin, dan sebagainya. Namun penggunaan yang terbatas dan kurangnya pemahaman terhadap perangkat-perangkat tersebut menyebabkan tidak banyak akademika yang menyarankan mahasiswanya untuk mengecek tugas mereka terlebih dahulu sebelum dikumpulkan.

Seberapa penting dan seberapa besar manfaat perangkat lunak anti-plagiarisme dalam proses akademik? Beragam perangkat lunak disediakan sesuai dengan fungsinya masing-masing dengan tujuan yang sama. Ada yang berguna untuk deteksi plagiarisme tugas dalam bentuk teks atau dokumen saja, ada yang mendeteksi source code untuk mahasiswa Informatika, hingga deteksi gambar dan kutipan yang terindikasi plagiarisme. Brad Stappenbelt dari University of Wollongong Australia dan Chris Rowles dari University of Western Australia dalam tulisannya berjudul “The effectiveness of plagiarism detection software as a learning tool in academic writing education” menyebutkan bahwa:

The Turnitin statistics show a substantial 69% decrease in assignment first-draft
mean level of plagiarism from the first to the second written assignment. In the
final (third) assignment submissions, similarity indexes for all 618 students were
24% or less.

Melihat manfaat perangkat anti-plagiarisme yang bisa membantu indikasi adanya plagiarisme dalam lingkungan akademik, mendorong saya agar dapat menghasilkan aplikasi serupa namun bersifat open source sehingga dapat digunakan secara umum untuk membantu masyarakat, khususnya para akademisi di Indonesia. Aplikasi yang sederhana dan user-friendly diharapkan dapat membantu pengguna bahkan yang awam sekalipun. Dampak positif yang diharapkan dengan adanya aplikasi/perangkat/sistem anti-plagiarisme yaitu dapat mengurangi praktek plagiarisme khususnya bagi mahasiswa, meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab dalam menyelesaikan tgas kuliah sehingga dapat menciptakan mahasiswa yang ber-etika khususnya dalam hal penulisan yang tidak hanya sekedar jiplak menjiplak. Hal ini akan berdampak sangat luas salah satunya akan meningkatkan mutu pendidikan yang bermoral.


DOAKAN saya teman-teman biar bisa segera menyelesaikan aplikasi untuk deteksi plagiat ini dan juga menyelesaikan Thesis yang hampir mendekati deadline. Hhahahahha mudah-mudahan nanti saya bisa menjadi salah satu pelopor anti plagiat dikampus yah  (InsyaAllah) dan mudah-mudahan saya tidak dibenci para mahasiswa karena udah buat aplikasi untuk deteksi plagiarisme..

MARI BELAJAR MARI MENULIS (Naskah)
Previous
Next Post »

Translate This Site